Rabu, 20 Januari 2010

Eksploitasi Migas

MENGGAGAS INDONESIA BERMARTABAT
Hilangnya Asa Di Tengah Kesemrawutan Pengelolaan
Sumberdaya Alam

Kekuatan asing dan elemen-elemen pemerintahan Indonesia telah bergabung dengan Bank Internasional menjarah kekayaan SDA yang menyebabkan setidaknya 3 macam kejahatan, yakni environmental crime, mineral crime, dan tax crime. Sistem kontrak karya dengan korporasi asing amat tidak adil dan hanya merugikan harta negara. Memang pasti ada keuntungan-keuntungan gelap pada pribadi-pribadi penguasa pos pemerintahan tertentu. Hal seperti itu tentu kategori crime yang tidak termaafkan. Mungkin orang tidak sadar bahwa struktur mega korupsi di Indonesia tidak terlalu sukar digambarkan, asal jangan terlalu terpesona dengan kinerja kepolisian, kejaksaan dan juga KPK yang beraninya Cuma menggertak “digit-digit terakhir” dari struktur mega korupsi itu sendiri.

Menurut BP MIGAS, produksi minyak bumi Indonesia mengalami penurunan hingga 16 % dan kalau tidak melakukan apa-apa akan semakin menurun. Pada tahun 2006 penurunan produksi ini mencapai 30.000 barel per harinya. Perimbangan perdagangan Minyak Mentah (Crude Oil) dan produksi Minyak (Oil Product) semakin minus khususnya sejak tahun 2003. Khusus tahun lalu data BPS menunjukkan defisit neraca perdagangan minyak mentah yang terus menganga lebar. Yang menandai era baru lebih berat bagi Indonesia. Neraca perdagangan minyak mentah sudah berada dalam kondisi defisit mulai September tahun lalu, yakni senilai 138, 7 juta dollar US. Impor minyak mentah 963 juta dolar US.

Sesungguhnya tahun 2007 (paling tidak Januari sampai Agustus) neraca perdagangan minyak mentah masih surplus tipis sebesar 108 juta dolar US. Pada periode Januari-September 2007 nilai ekspor minyak mentah dalam pencatatan di pelabuhan asal (foreign on board/FOB) sebesar 6.309 miliar dolar US. Pada periode yang sama impor minyak mentah sudah mencapai 6,431 miliar dollar US dalam pencatatan cost insurance freight (CIF). Inilah agaknya pertama sekali Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan minyak mentah. Pada periode Januari-September 2007 itu ekspor hasil minyak Indonesia tercatat sebesar 2, 124 miliar dollar US, sedangkan impornya mencapai 8,688 miliar dollar US, Di lain pihak impor minyak gas pada periode Januari-September 2007 meningkat 4, 70 % dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Tabel Trade Balance of Oil and Oil Product di bawah ini menunjukkan Indonesia memang bukan lagi negara pengekspor minyak (mentah dan produk) melainkan sudah menjadi negara pengimpor bahkan sejak tahun 2003, yang sebagaimana biasanya, amat mudah terkena dampak kenaikan harga minyak dunia.

Trade Balance Of Oil And Oil Product
(Milyar Dollar Us)



Sumber : BPS

Dominasi perusahaan asing dalam eksplorasi dan eksploitasi migas dapat ditunjukkan dengan 85 % produk dalam bidang ini dikuasai oleh kontraktor asing terutama Chevron (ex Caltex, termasuk Unocal, CNOOC, Exxon Mobile, BP, Total, dan Vico. Kontraktor Nasional termasuk Pertamina hanya menguasai 15 % saja. Produksi migas lebih ditujukan untuk ekspor (lebih dari 85 %), baik dalam bentuk LNG maupun pipa. Kelangkaan dan defisit gas di dalam negeri mencapai 2.036,64 MMSCFD (Berdasarkan neraca gas Ditjen Migas, 2007). Lebih dari 40 % produksi minyak mentah masih diekspor, padahal kebutuhan dalam negeri saja mencapai 1,4 juta barel perhari. Angka ini saja sudah melampaui kemampuan produksi yang hanya 1 juta barel perhari. Semakin melemahnya posisi tawar pemerintah terhadap kontraktor migas dapat diperiksa dari beberapa indikator yang jelas. Pertama, pemberlakuan DMO Holiday. Kontraktor diberi fasilitas tidak wajib menjual minyak di dalam negeri untuk jangka waktu tertentu (60 bulan dari produksi awal). Kedua, perubahan DMO Fee. Pemerintah harus membeli minyak yang di-DMO-kan dengan harga pasar (sebelumnya dapat dibeli dengan harga hanya 0,2 dollar US/barel). Ketiga, Perubahan batas atas cost recovery dari 40%-60% menjadi 100% dan bahkan 120% untuk lapangan marginal. Keempat, split bagi hasil 0 % bagi pemerintah, 100 % kontraktor (ingat kasus Natuna D Alpha). Kelima, disepakatinya kontrak ekspor penjualan gas/LNG dengan harga 3-4 USD/MMBTU padahal harga pasar sudah mencapai 9 USD/MMBTU.

Masih terpeliharanya perburuan rente ekonomi yang merugikan kepentingan migas nasional adalah satu masalah besar yang tidak mudah diselesaikan. Indonesia mengekspor minyak mentah tetapi mengimpornya kembali dengan harga 0,38 – 3,95 USD/barel lebih mahal. Impor minyak mentah sebenarnya tak perlu dilakukan seandainya ekspor tak dilakukan. Produksi minyak mentah KPS dapat dibeli pemerintah dan dapat diolah di kilang dalam negeri. Biaya pengadaan BBM dalam negeri menjadi mahal. Negara dirugikan oleh mekanisme ini sekitar 3-4 triliun per tahun.

Indonesia bermartabat menjadi agenda para patriot bangsa jika mereka memang masih ada disini dan mampu mendengar. Bagaimana membuat negara mau dan mampu bertumpu pada asas-asas good governace bukanlah pekerjaan para politisi yang haus kekuasaan. Mengembalikan negara dan pemerintahan kepada makamnya hanya dapat diperjuangkan oleh negarawan sejati yang pengabdiannya bukan basa-basi.

nbasis.files.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar